LEBIH DARI SEKEDAR PENGABDIAN KKN



Sebagai sebuah wadah pengabdian kepada masyarakat, seorang mahasiswa memang diharuskan untuk menjadi kader bangsa melalui kegiatan Kuliah Kerja Nyata. Mungkin untuk sebagian mahasiswa melihat bahwa KKN adalah saat untuk menjadi ‘kampungan’ jauh dari perkotaan, plosok, tanpa sinyal, ditempatkan diposko yang tak berfasilitas lengkap, akses jalan yang rusak dan sempit, pokoknya semuanya serba jauh dari peradabadan. Padahal, lebih dari sekedar memikirkan diri sendiri, sebuah pengabdian ini memiliki arti yang lebih penting dari itu semua. Mungkin hambatan sinyal adalah salah satu problem terbesar yang akan dihadapi di lokasi KKN, sedangkan  jika sehari saja tanpa sinyal seperti sehari tanpa makan dan ini bener-bener terjadi sama gue. Gue sendiri telah mengabdi selama 45 hari di kota Kendal, di sebuah Desa yang gak bisa gue bayangkan sama sekali, didukung oleh sistem KKN kampus gue yang pemilihan lokasi dan kelompoknya memang ditentukan dari universitas, jadi sebagai mahasiswa pasrah gue harus bisa nerima dimana aja dan dengan siapa saja gue ditempatkan. sedangkan, H-1 penerjunan KKN kita baru dipertemukan dengan 6 orang lainnya yang bakal 45 hari seatap rumah. Bayangin baru kenal sehari udah harus seatap rumah besoknya?
Sriwulan, 7 September 2015. Setelah kita menempuh jarak UNNES – Limbangan, bak konvoi motor mahasiswa disepanjang perjalanan dan disusul pelepasan mahasiswa KKN di Kecamatan, akhirnya kita dipertemukan dengan Lurah desa Sriwulan. Dengan kerepotan membawa barang-barang bawaan masing-masing,, kita mengikuti pak Lurah sebagai petunjuk arah menuju lokasi adventure kkn yang sesungguhnya. Dari awal gue gak bisa ngebayangin desa seperti apa itu Sriwulan, sejauh yang gue tahu dari google maps kalau desa gue terletak di lereng gunung Ungaran. Berangkat dari kecamatan Limbangan, kita dibelokkan disebuah pertigaan pasar dan gue masih belum menemukan tanda-tanda desa gue. Kita masih jalan lurus, lurus. lurus terus dan tanda-tanda jalan aspal yang rusak berlubang sudah mulai terlihat nyata. Sepanjang perjalanan gue selalu dihadapkan dengan hamparan sawah hijau dan sungai-sungai bebatuan yang terletak ditepinya, akhirnya batas desa menuju Desa Sriwulan gue temukan juga. Gue kira, bentar lagi kita bakal nyampe posko, ternyata nggak juga. Kita masih harus jalan lurus terus dan rusaknya jalanan makin parah dari jalan-jalan sebelumnya. Setelah belokan pertama disebuah masjid kita dihadapkan dengan hamparan sawah dan lebatnya hutan pinus, gue gak yakin kalau disana masih ada kehidupan setelah melewati hutan-hutan tersebut. Kira-kira 1 KM setelah melewati hutan pinus dan sawah-sawah tadi, baru gue menemukan perumahan warga. Gue ditakjubkan dengan pemandangan alam sepanjang jalan menuju posko, hijaunya padi-padi sawah, tingginya jejeran pohon-pohon pinus dan betapa jelasnya gue melihat sisi gunung dari sini, semua terasa seperti gue selapis lebih dekat dengan langit. Sangking terpesonya dengan keindahan alam disini, sampai-sampai gue lupa ngecek HP  buat memastikan ada sinyal atau tidak. Dan…….. benar saja nggak ada sinyal sama sekali!!
Gue was-was cemas setengah mati, gue merasa mati rasa tanpa sinyal, tanpa update kabar temen-temen gue, tanpa kabarin pacar gue. Akhirnya gue coba ngehubungi Ibu lewat sms, dan tetep aja sama sekali nggak ada sinyal yang nongol bahkan cuma buat smsan. Ditengah kecemasan gue gara-gara sinyal, gue nanya temen-temen gue apa mereka juga gak ada sinyal, tapi muka mereka biasa aja pas bilang “Iyanih.. gue juga gak ada sinyal” gue mikir, kok mereka pada selow sih gak bisa ngehubungin orang-orang terdekat mereka kalau bener-bener gak ada kehidupan disini. Ditengah gelisah gue masalah sinyal, datang seorang ibu paruh baya menuju ruang tamu. Sambil menawarkan seteko teh daun diatas meja. Akhirnya kita memulai percakapan kita bersama ibu Kamirah, dia adalah seorang wanita dengan 2 anak dan seorang suami yang menempati rumah ini, rumah yang nantinya akan menjadi posko kita 45 hari kedepan. Posko ini terlihat indah dan nyaman, rumah baru dengan cat warna merah dan taman kecil didepannya, rerumputan hijau penuh menghiasi alas teras rumah mereka. Karena rumah ini masih sangat baru, mungkin belum selesai semua finishingnya tapi sudah ditinggali, ya sayangnya lantainya belum di ubini dan masih beralas semen kasar. Sekilas gue intip bagian dalam rumah ini, gue nyari calon kamar yang bakal kita tempati, dan gue masih gak yakin betul dimana kamar kita. Disini terdapat 3 kamar, 2 diantaranya kosong tanpa kasur, lemari, atau furniture apapun didalamnya. Tiba-tiba Ibu tadi nyeletuk,
“Mbak, maaf ya kalau mau istirahat nanti tak gelarin tikarnya dulú”
Ibu bilang bilang (((tikar))) kita bakal tidur di kamar yang ukurannya gak seberapa buat 5 orang cewek dengan alas semen dan cuma dikasih tikar, gue masih gak bisa ngebayangin bakal tidur disana.  Sore hari pertama disini, gue masih tergakum dengan hamparan sawah dan parpaduan hutan pinus di depan gue. Gue menuju tepi jalan dan mencari celah menuju sawah, dan what… gue nemuin hamparan bunga cantik yang indah disebuah got dekat sawah.

hidden flowers di sebuah got depan posko

Gue kegirangan liat hidden treasure semacam ini, tangan gue gatel liat bunga-bunga cantik tadi. Akhirnya gue beranikan diri buat blusukan ke got demi memetik bunga-bunga indah tadi. Setelah puas memetik bunga, bermain air got (iya gue main air got, tapi serius air gotnya jernih), menyusuri sepanjang jalan sawah dan foto selfie tentunya, gue mendengar sayup-sayup suara anak-anak kecil bermain di lapangan deket sawah, banyak sekali anak-anak yang dengan gembiranya melantunkan tawa riang saat bersepeda, kejar-kejaran, main bola dan masak-masakan. Akhirnya gue terbawa niat buat menghampiri mereka, dengan ramah dan riang khas anak-anak kecil, gue langsung diajak bermain bola bersama bocah-bocah disini. Terbawa oleh permainan, tak terasa maghrib sudah menggema. Bocah-bocah ini, serentak langsung berhenti bermain deri asiknya permainan mereka masing-masing dan kembali ke rumah tepat saat adzan maghrib berkumandang. “Yook balik, ngaji” terdengar gumaman seoarang anak kecil sambil mengayun sepedanya.  Gue belajar satu hal yang gak bisa gue dapatkan diperadaban adalah, anak-anaknya. Anak-anak disini bisa tertawa sebahagia itu, sesederhana tawa dari asiknya bermain bersama teman-temannya, bukan dari game-game aplikasi gadget, PS atau barang elektronik lainnya, kalau gue mau bandingin lihat adek gue dan keponakan-keponakan gue aja udah beda banget, adek gue yang cowok seharian bisa dari jam 6 pagi sampai 6 malem non-stop main PS3 dirumah, adek gue yang cewek seharian pasti main Tab sama temen-temennya yang juga udah pada punya Tab sendiri, jangankan buat sengaja belajar kelompok, adek gue kalau ujian pun belajarnya males-malesan, atau mungkin emang adek gue aja yang males kali ya hehehe. Beruntunglah mereka yang masih bisa merasakan kepolosan menjadi anak-anak yang tidak diperbudak masa.
Setelah maghrib tiba, anak-anak sudah kembli pulang kerumahnya, akhirnya gue kembali ke posko, dan gue masih terbawa perenungan gue sendiri. Karena sesorean tadi gue berkotor-kotor ria di got, sawah dan main bola di lapangan gue terbawa niat buat mandi, mandi pertama gue sejak menginjakkan kaki di posko ini. Gue udah bawa barang-barang perlengkapan mandi gue plus baju ganti ke kamar mandi, tapi pas gue udah setengah jalan niat mandi, gue berniat cuci muka lebih dulu, dari situ gue mengurungkan niat buat mandi, gue pegang airnya aja gue langsung shock sama suhu air pegunungan yang gak biasa, ibarat kalian megang es batu yang cair, nah, air disini seperti itu dinginnya, mirip air es cair. Emang dasarnya gue dari kecil paling rewel masalah mandi, gue biasa mandi pakai air hangat tiap dirumah, paling nggak mandi pakai air dingin juga kepaksa banget kalau gak lagi di kos kosan atau lagi keringetan. Dan sekarang gue harus mandi pakai eir es sedingin ini? Gue masih gak bisa ngebayangin dingginnya di guyur air es ditambah hawa dingin di Desa lereng gunung ini. Akhirnya, berbekal facial foaman doang gue kembali ke kamar tanpa jadi mandi, hehehe.
 Tepat pukul setengah tujuh malam, setelah kita bersama menyantap makan malam, tiba-tiba datang segerombolan anak-anak sepulang ngaji dari pondok, mereka meminta diajar bimbingan belajar. Murid-murid yang datang sekitar 25 anak mulai dari kelas 1-6 dengan berbeda mata pelajaran yang mereka minta. Kita semua pusing bukan kepalang dibuatnya. Sedangkan, rata-rata dari mereka meminta les MTK dan IPA, tapi kalau gue cuman mau ngajar mapel Bhs. Inggris sama ngajar anak kelas 1 yang minta diajarin membaca, maklum bukan bakat gue buat itung-itungan. Gue melihat antusias anak-anak ini, begitu semangatnya dalam belajar, meskipun gue melihat rata-rata mereka tak sepandai anak dikota tapi semangat belajar seperti ini tak gue temukan dari anak-anak lainnya diluar sana. Dan perenungan gue makin dalam terbawa salut dibuatnya. Karena malam semakin larut, ditambah capek sehabis perjalanan dari unnes ke Kendal tadi pagi, gue berniat tidur dengan beralas tikar dan bantal yang cuma ada 3, 3 bantal untuk 5 orang tepatnya. Mumpung, gue bawa bantal MU dari pacar gue, seenggaknya gue punya ekstra luas bantal buat gue tidur disini. Bodohnya gue, gue disini cuma bawa selimut sarung, gak nyangka kalau selimutan kain tipis gak cukup disini, hawanya dingin, dingin banget buat cuma beralas tikar dan selimut sarung tanpa kaos kaki, sarung tangan dan jaket. Gue gak mengada-ada, hawa pegunungan kalau malam hari mengharuskan kita semua tidur jaketan, pakai sarung tangan, dan kaos kakian, kalian bisa bayangin sedingin apa kalau disini? 
Esok harinya, gue bangun setengah 6, bersiap-siap mengambil air wudhlu dan nyes…… airnya tambah beku dan dingin masih sama gak berubah anget juga. Setelah sholat usai, gue melihat seteko besar teh hangat di meja lengkap dengan cangkir yang tertata rapi di meja ruang tamu, seolah bener-bener disiapkan buat kita bertujuh, dengan hidangan roti dan manisan di meja, gue menuangkan secangkir teh dan mengambil roti untuk ganjal kelaparan gue. Teh khas yang disiapkan ini belom pernah gue minum sebelumnya, kata temen gue ini adalah Teh Medini, teh yang masih mengunakan daun kering asli sebagai tuangannya membuat teh, bukan teh instan bandul kemasan yang sering gue liat di minimarket. Teh ini bener-bener khas, asli, dan menyejukkan. Ternyata, dekat dari Desa kita memang ada perkebunan teh Medini, ini bener-bener teh asli dari Limbangan. Sambil membawa secangkir teh hangat gue menuju terasa taman dan melihat indahnya sawah di pagi hari dengan burung-burung kecil yang bersembunyi dibalik lebatnya padi yang mulai meninggi, dan para petani yang melakukan ritual “ngaben” untuk mengusir burung-burung yang menghinggap di sawah mereka, tak jarang gue melihat bapak bapak tua yang memikul 2 ember besar yang dikaitkan pada sebatang bambu dengan kuat mereka sangga menggunakan pundak menuju hutan pinus. Gue penasaran, apa isi ember tadi, sedangkan mayoritas penduduk disini bekerja sebagai petani dan pemikul ember menuju hutan, wait………., Pemikul-Ember-Menuju-Hutan itu pekerjaan seperti apa sebenarnya? Apa yang mereka cari di hutan dengan ember sebesar itu? Gue masih terbawa penasaran diteras taman sambil terus memperhatikan mereka berlalu lalang ke hutan, akhirnya salah satu bapak tua dengan ember tentunya, menyapa gue dengan ramah, dan gue menyapa balik “Habis darimana Pak?” gue bertanya dengan penasaran gue, “Iya, ini habis dari hutan mbak, cari getah” “Loh, getah apaan, Pak?” gue masih bingung dengan jawaban beliau, “Getah pohon pinus mbak, nanti getahnya bisa dibuat cat” jelas Bapak tua tadi. Akhirnya penasaran gue terjawab sudah. Gue merasa iba, melihat betapa sederhananya cara mereka mengais rejeki, sebagai petani dan pencari getah pohon pinus, sedangkan gue membayangkan hutan pinus hanya terdapat didataran tinggi, seorang bapak tua dengan memikul ember seberat itu harus menyusuri jalan yang melelahkan hanya demi mencari getahnya saja? Masih dalam sebuah perenungan, gue merasa tambah iba kalau gue datang ke desa ini tanpa membawa perubahan apapun, gue masih terbawa suasana membandingkan kehidupan gue saat ini, betapa beruntungnya gue, meski bukan dari keluarga kaya tapi seenggaknya gue masih sangat bersyukur dengan keadaan gue sekarang tanpa harus melihat Bokap gue mengais rejeki sebegitu lelahnya seperti Bapak tua tadi menghidupi dirinya dan keluarganya. Sekali lagi, gue merasa bersyukur. Bangkit dari lamunan gue, teh yang sedari tadi gue bawa masih utuh dan mulai mendingin oleh berbagai perenungan gue tentang hidup, tiba-tiba gue dikagetkan oleh teriakan anak-anak SD yang melewati posko dan menyapa kencang khas anak-anak “Mbak Siska……..” baru kemaren kita berkenalan dan main bareng di lapangan, mereka langsung ramah dan inget gue siapa. Gue hampiri mereka yang sudah rapih memakai seragam SD,
“ Lohh.. kalian mau berangkat sekolah?,
“Iyalah mbak, masak mau ngaben” celetuk salah satu anak.
“Kalian berangkat sekolah jalan kaki? Kenapa gak minta dianterin Bapak aja?” gue heran bertanya
“Iya mbak, soalnya Bapak gak punya Honda”
Bahasa ‘Honda’ kalau disini maksudnya motor, bukan semacam merek motor, apapun motornya mau Yamaha, Suzuki, atau Vespa di Desa ini bakal tetep menyebut motor  dengan sebutan Honda, sedangkan Mobil disebut Motor oleh orang-orang didesa ini, cukup membingungkan.  Tapi, gue masih terbawa heran sama anak-anak SD tadi, mereka harus jalan kaki menuju SDnya, sedangkan gue tahu jarak SD dari pemukiman warga berjarak sekitar 1.5 KM terjalnya, gue salut abis dibuatnya. Semangatnya mereka bergerombol, saling menunggu temannya untuk menuju sekolah bareng-bareng dengan jalan kaki, gak gue temukan diperkotaan manapun. Gue bandingin aja sama adek gue lagi, jarak rumah gue ke sekolahnya cuma sekitar 500 meter aja dia minta diantar jemput, kalau telat dikit atau Bokap gue lupa jemput, dia nangis-nangis sampe rumah karena harus jalan kaki. Sedangkan disini? Jarak berkilo-kilo meter mereka tempuh buat sampe sekolahnya, kalau gue jadi mereka, gue sampe sekolah mungkin langsung loyo setengah mati. Dan masih dalam perenungan yang sama, dunia secanggih ini, se-modern ini ternyata masih ada orang yang belum punya motor sebagai kendaraan mereka? Pagi ini gue habiskan dengan penuh perenungan, membuat gue buat sekali lagi berpikir bahwa Selalu ada cara untuk bersyukur, tak peduli seberapa kamu berpikir tak beruntungnya hidup kamu sekarang.

Sembari kita mulai disibukkan dengan merancang progja-progja, kita juga disibukkan dengan jadwal buat menjelajah seisi Kendal (gak mau rugi), mulai dari curug-curugnya yang terkenal, hutan pinusnya yang rindang, sampai nongkrong-nongkrong di Pondok Kopi Umbul Sidomukti di Bandungan. Ternyata dari Limbangan, kita lebih dekat aksesnya menuju Bandungan, hanya butuh waku sekitar 30 menit dari sini, sedangkan destinasi pertama kita adalah belakang posko, buat apa jauh-jauh cari destinasi wisata kalau belakang posko gue sendiri nyatanya lebih keren, dibelakang posko gue terdapat sebuah sungai berbatu yang gak seberapa deras, hanya sepetak kecil alirannya namun bener-bener jernih airnya, untuk memasuki hutan pinus kita harus menyebrangi sungai kecil ini, gue udah gak betah buat ‘kecek-kecek ria’ di sungai ini, pantesan tiap tidur gue seperti dengar suara hujan, ternyata itu berasal dari sungai. Akhirnya sembari menyusuri jalan terjal menuju puncak hutan pinus, sepanjang jalan gue merasa lagi naik gunung (padahal gue gak pernah naik gunung sih), ngos-ngosan gue dibuatnya. Sayang sekali, kita gak berani sampai puncak hutan pinus karena gue sama cewek-cewek yang lain udah mulai gak kuat, akhirnya kita maksa foto-foto di hutan kopi yang masih jarang terlihat pinusnya. Setelah puas ‘naik gunung’ kita kembali menyusuri jalan menuruni hutan, kembali ke posko, lebih tepatnya kembali ke sungai indah tadi. Sungai kecil, tak begitu deras, ikan-ikan kecilnya begitu jelas terlihat mata dan kita semua mulai celetuk nada bercanda “Yang bisa dapetin ikan-ikan paling banyak ntar gue traktirin Bakso” kita semua riang, terbawa suasana masa kecil, bermain disungai dengan menangkap ikan-ikan kecil layaknya anak kecil bermain,

sungai batu belakang posko gue
menyusuri sepanjang hutan pinus

                Sebelum mengawali progja-progja kita, kita memutuskan untuk berkonsultasi sambil sowan dengan para perangkat desa di sini, mereka semua ramah dan selalu memberi motivasi kita untuk tetap semangat dan mempercayakan desa ini ditangan anak-anak muda seperti kita. Meski bukan sepenuhnya, seenggaknya kita membawa sedikit dampak positif saat kita gak lagi mengabdi disini. Hal yang pertama mereka minta adalah pelatihan IT untuk perangkat desa, karena hampir dari mereka semua belum bisa mengoperasikan computer dengan baik, paling pol mereka bisa ngehidupin tapi gak bisa matiin komputer. Kormades gue, Bima juga berkonsultasi mengenai program wajib konservasi untuk menanam pohon di desa ini, pas ditanya kira-kira pohon apa yang dibutuhkan, dan dimana tempatnya buat di tanam lurah gue nyeletuk polos “kalau nanam pohon Pisang aja gimana mas?” Njir….. gue ngakak denger pak Lurah gue lebih milih dikasih pohon pisang, sedangkan maksud kita lebih kepada pohon-pohon keras atau paling nggak pohon buah. Ya, bener juga pisang kan juga pohon buah, tapi gak pisang juga sih pak, dikebon juga banyak. Memasuki 3 hari observasi, konsultasi dan pemantapan progja akhirnya kita menetapkan 13 progja dari berbagai bidang, pendidkan, ekonomi, kesehatan dan infrastruktur. Berhubung gue bertanggung jawab di bidang pendidikan, gue punya 2 program yang harus gue rancang sendiri yaitu bimbel SD tiap Sabtu dan Melatih Tari SD, sebenarnya gue gak pandai-pandai amat buat nari, gue juga gak punya bakat buat nari tapi gue harus bisa nari buat ngajarin anak-anak gue nanti biar sukses pas Pentas Seni Jambore Pramuka se-kecamatan. 3 hari berjalan, tanpa terasa gue gak sadar kalau masalah terberat saat ini sedang gue hadapi, yaitu masalah………..sinyal. Gue sebenernya merasa tenang pas gue disini tanpa sinyal dan kuota, tanpa Path, Line, FB, Twtter, Instagram, tapi gue gak bisa hidup tanpa BBM, tanpa kabarin pacar gue, sedangkan gue tak terjangkau disini. Gak lucu kan, udah 45 hari LDR tapi gue gak bisa kabarin dia? Akhirnya sore ini gue memutuskan ke bawah, ke peradaban buat nyari konter kalau kalau ada kartu yang memungkinkan gue buat bisa bbman di Sriwulan, akhirnya gue ganti kartu juga, dan lumayanlah gue bisa bbman meski sering pending, buat instagraman meski cuma buat refresh-refresh doang, buat Path-an meski cuma bikin status Awake-Sleeping doang.
                Dimalam minggu pertama gue disini, agenda kita adalah pacaran Kumpul Karang Taruna Sriwulan di Balai Dusun, kita bermaksud berkenalan dengan anggota-anggotanya sekalian mengumumkan tentang progja-progja kita yang akan berjalan, sedangkan mereka semua menyambut kita dengan ramah dan baik. Bahkan, dalam beberapa program kerja kita nanti para remaja Karang Taruna siap membantu jikalau memang dibutuhkan. Remaja disini rata-rata berumur sekitar 20-25an, mereka semua ada yang sudah bekerja, ada yang masih sekolah dan jarang sekali ada yang kuliah. Sebuah bonus plus jika remaja disini bisa berkuliah, paling nggak bisa lulus SMA sudah termasuk reward tersendiri buat anak-anak di Desa ini. Sekali lagi, gue masih bisa bersyukur bahwa gue datang kesini dengan niat baik, meski terlihat seperti pencitran mencari nilai, tapi gue merasa pengabdian ini bakal sia-sia tanpa gue bisa mengubah sesuatu yang kecil sekalipun di Desa ini, bukan sekedar untuk mendapat nilai A.
ini kita mulai diakrabkan dengan kehadiran karang taruna selepas pertemuan kita malam minggu lalu, hari Minggu ini selepas bersih-bersih desa bersama mereka, akhirnya kita dan beberapa anggota karangtaruna pergi menuju hutan pinus untuk mencari bunga pinus sebagai bahan kita untuk membuat hiasan dari bunga pinus, kita butuh banyak bunga pinus kering untuk membuat beberapa hiasan, dan anggota karang taruna siap membantu kita mencari bunga pinus sebanyak mungkin. Tak sampai disini saja, kita juga kian akrab setelah beberpa dari anggota karang taruna dan kita semua membuat janji untuk nongkrong bareng ke Pondok Kopi Umbul Sidomukti, setelah bercanda-canda ria, gue menemukan sesuatu, gue menemukan bahwa temen gue kayaknya mulai timbul benih-benih asmara ke salah satu anggota karang taruna, lebih tepatnya Ketua Karang Taruna. Analisis percintaan gue gak sampai disitu, gue juga mendapati temen gue kkn ada yang cinlok dengan temen seposko sendiri. Kedekatan para roman roman cinlok ini sudah semakin deket, gue lihat mereka sama-sama suka. Sedangkan gue disini gak cinlok sendiri, sedih deh berasa jomblo gue disini gak ada yang menemani, (maaf yang ini curhat). Sedangkan temen gue yang lain, cinlok dengan posko desa sebelah, dan temen gue yang lain cinlok dengan cowok sepanitia perpisahan gue, kebetulan gue dipilih jadi panitia perpisahan kkn kecamatan, dan temen gue ini sering gue ajak buat rapat, yah, akhirnya dia suka-suka sendiri sama tuh cowok, walau hanya sebatas suka sih, gak ada progress lanjut soalnya si cowok udah punya pacar, wkwkwk.

Pondok Kopi Umbul Sidomukti with Karang Taruna

                Memasuki pertengahan kkn kita di sini, gue makin akrab dengan warga disini, dengan pemuda-pemudanya, terutama dengan anak-anaknya. Gue emang suka banget sama anak-anak, gak heran kalau gue lebih sering mengabiskan waktu luang gue buat disamperin anak-anak ke posko yang ngajak main bola, sepeda-sepedaan, ataupun sekedar jalan-jalan ke sawah. Salah satu anak kecil yang paling sering ke posko adalah Nabilah, anak kelas satu SD, perawakan kemayu, cerewet, dan riang, dengan suara cemprengnya yang tiap siang selalu manggil-manggil gue dari balik pintu “Mbak Siskaaa.. ayo main yuk” dan gue selalu lebih memilih main sama anak-anak disiang hari daripada tidur dikamar. Kadang anak-anak lain tiap malem sehabis ngaji dan belajar juga masih nyamperin ke posko buat sekedar ngobrol sambil malu-malu di garasi memanggil-manggil kita, kadang gue juga sering banget ngajak mereka buat nemenin gue malem-malem ke Lapangan buat cari sinyal, gak tau kenapa Lapangan Sapiteng didepan posko gue sinyalnya lebih kuat dibanding tempat manapun di desa ini. Gue yang fakir sinyal, LDRan, butuh kabar, dan sering galau ini selalu ditemenin Huda, Ajik, Ipan, Angga, dan anak-anak lainnya buat sekedar ngobrol, ataupun gossip. 
tim sukses gue main bola tiap sore
Nabila yang selalu ngajak main 


Emang dasarnya gue orang yang gak betahan buat gak jajan, akhirnya gue ngajak Eva buat turun cari jus atau sosis dan cemilan lain. Kita menemukan sebuah warung sosis bakar yang dilayani orang seorang mbak-mbak cantik, tinggi, putih, sipit dan ramah. Awalnya kita sekedar antara penjual dan pembeli, lama kelamaan gue hampir tiap sore turun ke Limbangan buat nyosis ditempat ini, mbaknya mengampiri gue, dia mulai akrab dan kami mulai berkenalan, awalnya dia meminta gue buat ngajarin bahasa inggris, akhirnya gue tau lebih dalam tentang mbak cantik penjual sosis bakar ini, kalau dia juga sedang kuliah di STIKES Semarang, jurusan optik. Dia curhat sama gue tentang betapa sulitnya dia bisa kuliah, dengan keadaan keluarganya yang tak memungkinkan buat membiayai kuliah yang mahal, dengan keadaan bahwa dia harus berhenti satu tahun setelah lulus SMA dan akhirnya mendapat beasiswa disana. Gue, lebih sering ke sosisan ini selain gue suka sama sosis bakar buatannya, gue juga udah berteman akrab sama mbak sosis bakar tadi. Bukannya berteman gak harus melihat siapa, dimana atau untuk apa kan? Kamu bisa berteman dengan siapapun dan dimanapun.
Memasuki minggu terakhir gue disini, dan progja kita hampir 100% terlaksana, gue mulai disibukkan dengan kerjaan gue yang harus riwa-riwi sebagai humas perpisahan KKN Kecamatan Sabtu nanti, tepatnya gue suruh bolak-balik UNNES-Limbangan buat nganterin surat undangan ke dosen-dosen, esok harinya tanggal 13 Oktober 2015, gue harus pagi-pagi ke Unnes membawa surat-surat dan memutari seluruh FBS, FIS, FMIPA dan LP2M. tepat dihari ulang tahun gue, tepat gue berumur 20 tahun ini, gue mencoba menutupi kegundahan gue, dengan disibukan dengan ini mungkin gue bisa sedikit lupa kalau hari ini gue ulang tahun, dan gak ada yang peduli. Selepas muter-muter fakultas dan dikerjain di FIS karena harus bolak-balik cari kantor dosen, gue balik ke kosan sebelum sore nanti balik lagi ke posko. Gue nyoba istirahat sebentar, gue capek badan, tapi lebih capek hati karena gue rasa temen-temen terdekat gue gak ada yang ngucapin, gak adakah yang peduli sama gue sekarang? Bahkan pacar gue gak ngucapin sama sekali, gue lebih capek dari sekedar capek fisik, lebih capek batin gue yang meronta-ronta bertanya mengapa hari ini begitu gak special. Gue gak bisa tidur sambil nangis meratapi hari istimewa gue yang gak istimewa sama sekali, bertepatan dengan malam satu suro hari ini gue di sms sama ibu gue buat hati-hati jangan sampai keluar rumah, rawan balak katanya. Kalau ibu gue tahu gue lagi riwa-riwi kayak gini, mungkin udah diceramahin setengah mati, ditengah jalan Eva udah menawarkan buat dia aja yang mengendarai, tapi gue tolak sampai akhirnya gue sampai Mijen dan Ssssssttt!!! Hampir aja gue nabrak motor depan gue gara-gara gak focus, akhirnya gue minta Eva buat didepan. Sampai di posko gue masih mencoba baik-baik aja, dan gue menemukan sebuah botol diteras dengan rangkaian beberapa Bunga yang ada di depan posko, dirangkai oleh Nabilah dan anak-anak lainnya buat dikasih gue, gue terharu dan mulai berpikir jernih, masih ada kok yang sayang sama gue. Gue lebih memilih diteras sambil ndengerin music Maroon5 dan mulai galau lagi, akhirnya gue memutuskan buat tidur dan diakhir-akhir jam menuju tanggal 14 Oktober, gue mendapat ucapan dari sahabat-sahabat gue, temen-temen kkn gue, dan pacar gue. Entah mereka sengaja banget buat bikin gue galau setengah mati, sialan!!! Tapi gue bahagia kok, makasih ya kalian (cium atu-atu, mmuaach).
Hari sabtu datang, gue makin sibuk di hari H kegiatan perpisahan kkn kecamatan dengan berbagai acaranya, gue yang jadi humas harus kesan-kesini dan sok sibuk sendiri daripada ketuanya. Seharian setelah sambutan-sambutan pejabat lp2m dan dosen pagi tadi, diikuti dengan expo potensi desa kita masing-masing, siang harinya kita menuju acara inti yaitu Kuda Lumping. For the first time for me gue liat tontonan rakyat macam ini, serem juga ternyata liat orang kesurupan, ada yang nari dan ada yang cari orang yang nonton buat jadi partner orang kesurupan tadi. Kita semua lari-larian tiap si orang yang keserupan tadi seperti mau menghampiri kita ke tempat kita duduk, itu yang bikin seru. Dan yesssss Alhamdulillah, perpisahan kecamatan kita berjalan lancar, meriah dan ramai oleh warga-warga dari seluruh desa yang datang ke Lapangan Limbangan. Lanjut esoknya gue masih harus disibukkan dengan perpisahan desa, semua orang sibuk dengan perpisahan, gue dan temen-temen gue udah niat banget buat bikin perpisahan kali ini seru. Bertempat di balai dusun, kita memulai perpisahan dengan sambutan-sambutan dan dilanjutkan dengan rebana dari remaja disini, dan diakhiri dengan nonton film bareng sampai jam 11 malem. Kita semua larut dibawa acara perpisahan kita, semua anak-anak, ibu-ibi, bapak-bapak dan tentunya remaja-remaja berpartisapiasi dalam kegiatan terakhir kita kali ini, semuanya benar-benar meriah dan gue lebih merasa puas daripada memikirkan betapa capeknya kite semua mempersiapkan ini.
perpisahan desa sriwulan
tumpengan perpisahan desa
antusiasme warga sriwulan di perpisahan kkn

Tiga hari tersisa buat gue disini, kita udah gak lagi garap progja, cukup diam di posko, main kesana-kesini, dan lebih sering menghargai waktu singkat kita disini. Gue kembali merenung, betapa singkatnya waktu berlalu, dari pertama kita menginjakkan kaki disini gue ingat betul hamparan sawah indah yang masih ranum hijau belum terlalu tinggi, sekarang sudah menguning dan panen. Ibarat sebuah padi, kita datang dengan tekat yang masih ciut, merasuk ke tengah-tengah masyarakat kita meninggi dan tumbuh untuk memajukan desa ini, dan akhirnya berhasil, kita sudah panen. Sudah kuning dan harus dicabut dari akarnya, kita harus pergi setelah memanen hasil kita disini. Pengabdian kita cuma sebatas dari bercocok tanam padi dan panen, hanya sesingkat itu. Lebih dari sekedar pengabdian mahasiswa KKN yang mencari nilai, gue mulai banyak belajar tentang arti hidup yang gak gue dapetin di kuliah manapun. Di KKN ini, di Desa Sriwulan ini gue menemukan arti sebuah keihklasan untuk mengajari orang-orang yang belum seberuntung kita, desa ini mengajari gue betapa berharganya hidup gue sekarang, desa ini mengjari gue untuk tidak iri melihat orang yang jauh diatas kita. yang gue butuhkan cuma senyuman untuk mensyukuri betapa beruntungnya gue hidup, anak-anak disini mengajari gue betapa sederhananya mereka bisa bahagia lepas, hanya lewat mainan-mainan sederhana saja mereka bisa menghargai kehidupan, tak lupa mereka juga mengajari gue betapa harus semangatnya kita dalam menumpuh ilmu, tak peduli seberapa sulitnya kau mengeluh lelah karena harus berjalan sejauh kiloan meter untuk sekolah, mereka tetap ceria, ikhlas, senyum dan semangat. Bahagia itu sederhana bila kau berpikir bahwa hidup itu sederhana. Tak perlu mewah, tak perlu kaya, tak perlu muluk-muluk untuk kamu bisa menghargai hidup, cukup bersyukur dan tersenyum. Karena, selalu ada cara untuk bersyukur, sepahit apapun kehidupanmu sekarang. Bersyukurlah. 

TERIMAKASIH SRIWULAN DAN SELURUH ISINYA. I WILL NEVER FORGET EVERYTHING ABOUT 45 DAYS HERE. 
INDAHNYA SRIWULAN


Comments

Popular Posts